Tuhan itu baik kepada semua orang (Mazmur 149 :9a)   POUK Sola Gratia Batam:: Sejarah Kekristenan di Aceh Singkil
Selamat Datang Di POUK SOLA GRATIA BATAM

Kamis, 07 Juni 2012

Sejarah Kekristenan di Aceh Singkil


Semenjak masuknya Injil tahun 1930 hingga 1960, tidak ada hambatan yang terjadi kepada gereja. Bahkan patut dicatat gereja di Kuta Kerangan dan beberapa gereja lain (bangunan lama dari kayu, tidak ada lagi) itu adalah hasil tukangan seorang Haji yang mahir bertukang. Dari Lipat Kajang (desa terdekat yang penduduknya muslim) seorang raja bernama Raja Dayo, setiap tahun baru, 1 Januari, selalu mengunjungi gereja dan menyampaikan salam bagi orang Kristen agar senantiasa hidup rukun dan bekerja keras. Lalu mengapa begitu marak kasus penyegelan gereja? Mungkinkah kasus penyegelan gereja yang terjadi belakangan ini disinyalir jelas politik praktis?
1. Pendahuluan

Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD) mandiri (memisahkan diri secara baik-baik dari HKBP) tahun 1995, dan memiliki kantor pusat di Sidikalang namun memiliki pelayanan kepada orang-orang Pakpak secara khusus, di Kabupaten Dairi, Pakpak Bharat, Aceh Singkil dan di luar daerah-daerah inti tersebut. Setelah tahun 1995 itu pula gereja yang dahulu bernama HKBP Simerkata Pakpak beralih nama menjadi gereja GKPPD, termasuk gereja-gereja yang ada di Aceh Singkil, yang terdiri dari 14 gereja (dulunya 16, namun sekarang dua gereja lain menjadi wilayah pemerintahan Kodya Subulusalam, tentu masih ada gereja lain seperti gereja Katolik sebanyak 3 unit, HKI 1 unit, dan gereja Kharismatik 4 unit dan kebaktian-kebaktian di rumah-rumah terkhusus bagi para karyawan di perkebunan Socfindo, Astra dll. Khusus dalam kewilayahan suku Pakpak dikenal dengan si 5 suak, atau 5 wilayah atau tanah ulayat kependudukan suku Pakpak, yakni Simsim (Pakpak Bharat), Keppas Pegagan (Kabupaten Dairi), Kelasasen (wilayah yang mencakup Pakkat, Parlilitan di Humbahas, hingga Manduamas, di Tapanuli Tengah) dan yang terakhir adalah Boang (kabupaten Aceh Singkil). Khusus bagi gereja GKPPD, wilayah pelayanan di Aceh Singkil berada dalam dua Ressort, yaitu resort Kuta Kerangan dan resort Kerras (resor adalah satuan pelayanan yang menaungi beberapa gereja).

2. Sejarah Masuknya Agama Kristen di Aceh Singkil
Sebelum masuknya agama Kristen di Aceh Singkil telah ada agama terdahulu yang dianut masyarakat yakni agama Islam dan aliran Animisme. Singkil merupakan kelahiran Syech Abdul Rauf yang hingga sekarang diakui sebagai tokoh siar Islam ke ranah Minangkabau, dan tanah kelahiran penyair ulung pada jamannya bernama Hamzah Fansuri.
Pada tahun 1930 oleh Belgia dibukalah perkebunan karet dan kelapa sawit di kecamatan Simpang Kanan yang dinamai PT Socfindo Lae Butar. Perkebunan ini mengambil tenaga kerja dari wilayah Aceh hingga wilayah lain seperti Jawa dan Sumatera Utara. Dengan demikian berdatanganlah
penduduk baru, dan dari antara mereka banyak pula yang beragama Krsiten. Kemudian dari mereka ada yang menetap sebagai karyawan dan sebagian lagi membuka ladangnya sendiri di luar perkebunan besar tersebut. Pada kemudian terbentuk pula kampung-kampung di sekitar perkebunan-perkebunan tersbut.
Dalam kesempatan itulah para penginjil melihat dari Salak Pakpak Bharat, ingin menyampaikan berita Injil ke saudara-saudaranya di Aceh Singkil. Salah seorang dari putra daerah yang memiliki hati dan kemauan menerobos hutan berjalan hingga ke Kuta Kerangan yang penduduknya masih menganut animisme, dia adalah Evangelist I.W. Banurea. Inilah awal kekristenan di Aceh Singkil, sebab masyarakat menerima agama yang baru itu dengan sukacita. Tahun 1932 evangelis tadi bekerja sama dengan perkebunan Socfindo mendirikan gereja, kemudian satu demi satu desa-desa
yang menganut animisme itu dikunjungi dan terbentuklah gereja-gereja seperti:
1. GKPPD Kuta Kerangan, di desa Kuta Kerangan berdiri tahun 1932 sekarang 180kk, 850 Jiwa
2. GKPPD Siatas/Pertabas di desa Siatas/Pertabas berdiri tahun 1940 sekarang 130 kk 500 Jiwa
3. GKPPD Kuta Tinggi di desa Kuta Tinggi berdiri tahun 1943 sekarang 75 kk 450 jiwa
4. GKPPD Tuhtuhen di desa Tuhtuhen berdiri tahun 1948 sekarang 110 kk 800 jiwa
5. GKPPD Lae Gecih di desa Lae Gecih berdiri tahun 1967 sekarang 72 kk 400 jiwa
6. GKPPD Mandumpang di desa Mandumpang berdiri tahun 1950 sekarang 103 kk, 500 jiwa
7. GKPPD Siompin di desa Siompin berdiri tahun 1964 sekarang 110 kk, 600 jiwa
8. GKPPD Keras di desa Keras berdiri tahun 1952 sekarang 150 kk, 800 jiwa
9. GKPPD Guha di desa Guha berdiri tahun 1947 sekarang36 kk, 100 jiwa
10. GKPPD Gunung Meriah di desa Gunung Meriah berdiri tahun 1960 sekarang 100 kk 600 jiwa
11. GKPPD Sanggaberru di desa SANGGABERRU berdiri tahun 1962 sekarang 120 kk 500 jiwa
12. GKPPD Daling Dangguren di desa Dangguren berdiri tahun 1995 sekarang 141 kk 600 jiwa
13. GKPPD Biskang di desa Biskang berdiri tahun 1953 sekarang 100 kk 600 jiwa
14. GKPPD Situbuhtubuh di desa situbuhtubuh berdiri tahun 1989 sekarang 25 kk 125 jiwa
15. GKPPD Penanggalen di desa Penanggalen berdiri tahun 1946 sekarang 95 kk, 400 jiwa
16. GKPPD Jontor di desa Jontor berdiri tahun 2006 sekarang 54 kk 153 jiwa
Catatan: total warga GKPPD di Aceh Singkil dan Subulu Salam adalah1601 kk , 6478 jiwa.
3. Masalah yang Dihadapi Gereja
Semenjak masuknya Injil tahun 1930 hingga 1960, tidak ada hambatan yang terjadi kepada gereja. Bahkan patut di catat gereja di Kuta Kerangan dan beberapa gereja lain (bangunan lama dari kayu, tidak ada lagi) itu adalah hasil tukangan seorang Haji yang mahir bertukang. Dari Lipat Kajang (desa terdekat yang penduduknya muslim) seorang raja bernama Raja Dayo, setiap tahun baru, 1 Januari, selalu mengunjungi gereja dan menyampaikan salam bagi orang Kristen agar senantiasa hidup rukun dan bekerja keras. Akan tetapi setelah tahun 1961, mulailah muncul hambatan-hambatan yang memilukan bagi orang Kristen.
* Tahun 1961, bermunculan orang-orang panjang rambut (karena memiliki rambut panjang seperti perempuan) dalam kebaktian orang Kristen dan meminta supaya gereja ditutup, karena daerah ini adalah daerah Aceh yang tidak memberi tempat bagi warga beragama lain.
Memang kegiatan mereka sampai disitu saja tidak berlanjut.
* Tahun 1968 Daud Beureuh datang ke Lipat Kajang dan desa Rimo, dalam pidatonya mengatakan: ”Supaya gereja ditutup dan kegiatan agama Kristen dihentikan. Alasannya karena daerah ini adalah daerah Istimewa Aceh yang penduduknya harus beragama Islam. Akibat pidato Daud Beureuh ini, sebagian umat Kristen sempat pergi mengungsi ke daerah Sumatera Utara, karena takut dipaksa masuk menjadi penganut agama Islam.
* Tahun 1979 terjadi insiden antara umat Islam dan umat Kristen. Kejadian itu terpicu karena gereja Katolik mendirikan gerejanya di Mandumpang, dan ditambah pula dengan datangnya penginjil dari Gereja Tuhan Indonesia (GTI) dari Medan yang bermaksud mendirikan gerejanya di Gunung Meriah. Melihat keadaan ini umat Islam yang ada di Simpang Kanan merasa tersinggung dan tidak dapat menahan amarah lagi, akhirnya pembangunan gereja
Katolik di Mandumpang dan pembangunan gereja GTI di desa Gunung Meriah digagalkan, dan sekaligus gereja GKPPD di Siatas, GKPPD Sanggaberru, GKPPD Gunung Meriah, dibakar.
Melihat amukan pihak-pihak tak bertanggung jawab tersebut dan menjaga hal-hal yang tidak diingini maka hampier seluruh umat Kristen dari Aceh Singkil mengungsi ke Sumatera Utara selama 4 bulan meninggalkan ladang dan rumah serta ternak yang sudah pasti hilang selama pengungsian. Pada saat itu berkat kerjasama Pemerintahan Aceh dan Pemerintahan Sumatera Utara insiden pun didamaikan dengan membuat ikarar perdamaian. Ikrar
kerukunan bersama ini ditanda tangani 11 orang tokoh Islam dan 11 tokoh Kristen serta disaksikan oleh Muspida Tk II Aceh Selatan, Muspida Tk II Tapanuli Tengah dan Muspida Tk II Dairi, pada tanggal 13 Olktober 1979 di Lipat Kajang. Ada pun isi ikrar kerukunan tersebut berbunyi sbb a.l.:
1. Umat Islam dan Umat Kristen dalam wilayah Kecamatan Simpang Kanan menjamin ketertiban dan keamanan dan terwujudnya stabilitas wilayah dan kerukunan beragama.
2. Meminta kepada pemerintah supaya para pelaku-pelaku akibat terjadinya gangguan ketertiban dan keamanan baik di pihak umat Islam maupun umat Kristen agar dapat ditindak menurut hukum yang berlaku.
3. Pendirian/ rehab gereja dan lain-lain tidak kami laksanakan sebelum mendapat izin dari pemerintah daerah Tk II Aceh Selatan, sesuai dengan materi dari keputusan bersama menteri Agama dengan Menteri Dalam Negeri Nomor: 1 tahun 1969.
4. Pelanggaran dari perjanjian/ pernyataan tersebut di atas kami bersedia dituntut menurut hukuman yang berlaku.
5. Kami tidak menerima kunjungan baik pastur atau pendeta atau ulama-ulama yang memberikan kuliah/ pemandian/ pembaptisan/ sakramen kepada umatnya dalam wilayah kecamatan Simpang Kanan, kecuali sudah mendapat izin dari pemerintah setempat.
Setelah perdamaian itu orang Kristen kembali dari pengungsiannya.
- Anak-anak orang Kristen tidak mendapat pendidikan agama Kristen di sekolah tetapi sebaliknya di didik dalam pelajaran agama Islam. Hal ini terjadi hingga sekarang, bahwa baik di tingkat SD maupun SMP dan SMA tidak mendapat pendidikan agama tersebut. Kalau tiba penerimaan raport semester tentu anak-anak orang Kristen sedih melihat nilai rendah, dan itu memancing mereka untuk mengikuti pendidikan agama Islam agar nilainya bisa lebih
tinggi, apalagi setidaknya ada 3 mata pelajaran yang berhubungan dengan Islam seperti sejarah peradaban Islam, Bahasa Arab, dan agama Islam. Sebenarnya ada beberapa guru yang penempatannya sebagai pendidik agama Kristen, namun oleh kepala sekolah mereka diharuskan mengajar bidang studi lain.
- Sering terjadi usaha-usaha pembakaran gereja yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Dikatakan tidak bertanggungjawab karena tidak ada yang mengaku perbuatan tersebut, seperti:
1. Pada hari Senin 27 Maret 1995 sekitar jam 02.00 WIB, malam hari terjadi usaha pembakaran undung-undung (rumah ibadat) Kristen GKPPD Penanggalen kecamatan Penanggalen. Berkat bantuan masyarakat rumah ibadat tersebut dapat diselamatkan. Telah dilaporkan kepada pihak keamanan namun pelakunya tidak pernah terungkap.
2. Pada hari Jumat 21 Maret 1997 sekitar 02.30 WIB dini hari terjadi usaha pembakaran gereja GKPPD Sanggaberru, kecamatan Gunung Meriah. Berkat usaha dan bantuan masyarakat api dapat dipadamkan sama, hingga sekarang tidak terungkap siapa pelakunya.
3. Pada hari Senin 20 Juli 1998 juga dini hari jam 02.30 – 03.30 terjadi usaha pembakaran gereja GKPPD Siompin, GKPPD Mandumpang dan GKPPD Lae Gecih. Hingga kini tidak diketahui siapa pelakunya.
4. Pada hari Selasa 21 Juli 1998 terjadi usaha pembakaran gereja GKPPD Gunung Meriah desa Suka Makmur. Api mati sendiri dan hanya melalap dinding gereja sedikit dan mati dengan sendirinya. Pelakunya juga tidak diketahui hingga sekarang.
5. Pembakaran terakhir terjadi pada 1 September 2003 kepada satu gedung yang dibangun untuk tempat ibadah gereja Kharismatik. Kejadiannya bermula dari rencana Pdt. Saragih yang berencana mau melakukan kebaktian kebangunan rohani (KKR) di ruang terbuka dengan memakai musik seperti keyboard. Sebelumnya pendeta menyebar undangan agar datang ke KKR tersebut, namun entah bagaimana salah satu undangan itu jatuh ke tangan saudara beragama Islam. Itu memicu kemarahan kaum muslim, dengan sekitar 500 orang, mendatangi lokasi pada saat acara akan dilaksanakan dan membakar bangunan berserta semua alat-alat KKR seperti 2 unit sepeda motor.
- Terjadi penutupan 10 unit gereja GKPPD di Aceh Singkil pada tgl 15 September 2001. Pada masa itu tokoh masyakat dan pemuka agama Islam mengirimkan surat kepada camat Kec. Simpang Kanan, camat Gunung Meriah dan camat Danau Paris. Surat itu berisi keberatan mereka atas perehapan gereja GKPPD Kuta Kerangan dan mendirikan gereja: Siompin, Tuhtuhen, Kuta Tinggi, Siatas (Pertabas), Sanggaberru, Keras dan lain-lain. Memang orang Kristen memperbaiki gerejanya karena gereja lama telah sangat darurat sehubungan tidak pernah didapatkannya ijin untuk merehabilitasi. Menurut tokoh umat Islam, tindakan masyarakat Islam itu telah melanggar perjanjian yang telah dibuat pada 11 Juli dan 13 Oktober 1979. Masalah ini langsung ditangani Muspida Kabupaten Aceh Singkil yang dipimpin Bupati Drs Makmur Syahputra Bancin. Bupati mengudang tokoh umat Kristen tgl 9
Oktober 2001 dan 11 Oktober 2001. Pada pertemuan pertama umat Kristen berdialog dengan Muspida Aceh Singkil tentang keberatan pemuka agama Islam kecamatan Simpang Kanan dan kecamatan Gunung Meriah. Dalam dialog itu pemuka umat Kristen tetap mempertahankan
agar perehapan gereja GKPPD Kuta Kerangan dapat dilanjutkan dan kegiatan gereja-gereja lainnya dapat diizinkan seperti biasanya.
Akan tetapi Muspida Kabupaten Aceh Singkil membuat kesimpulan sesaii dengan apa yang mereka putuskan dalam dialog dengan pemuka agama Islam. Keputusan itulah yang diterapkan Muspida kepada umat Kristen di Aceh Singkil.
Muspida Aceh Singkil dan pemuka Agama Islam memberi ijin kepada umat Kristen di Aceh Singkil:
1. Satu unit Gereja GKPPD di Kuta Kerangan, dan dapat diteruskan pembangunannya.
2. Empat unit Undung-undung (rumah doa) yakni di desa Lae Gecih, Biskang, Sukamakmur dan di desa Keras.
3. Selebihnya seperti GKPPD Siatas, GKPPD Kuta Tinggi, GKPPD Tuhtuhen, GKPPD Situbuhtubuh, GKPPD Sanggaberru, GKPPD Daling Dangguren, GKPPD Mandumpang, GKPPD Siompin, GKPPD Guha, GKPPD Uruk Perjejeren harus tutup. Di luar gereja GKPPD 3 unit gereja Katolik di Napagaluh, dan Mbalno Kec. Danau Paris, Gereja Katolik Gunung Meriah, ditambah lagi 3 Unit Gereja Kharismatik, dan satu gereja HKI harus juga ditutup.
Kalau kita kalkulasi maka ada 17 Gereja yang harus di tutup.
Tgl 11 Oktober 2001 Muspida Aceh Singkil memanggil pemuka agama Islam dan pemuka agama Kristen, sekaligus menyuruh menandatangani naskah yang telah dipersiapkan oleh Muspida Aceh Singkil yang berjudul: “Surat Perjanjian Bersama Umat Agama Islam dan Kristen Kecamatan Simpang Kanan, Gunung Meriah, dan Danau Paris Kabupaten Aceh Singkil” sekaligus penanda tanganan naskah tersebut oleh pemuka agama Islam dan pemuka
agama Kristen dan Muspida Aceh Singkil.
- Tgl 1-3 Mei 2012, tim bentukan pemkab Aceh Singkil akhirnya menyegel gereja-gereja di luar perjanjian than 2001. Penyegelan itu sebenarnya bagian dari akibat demonstrasi warga Islam tgl 30 April 2012 di pendopo kantor Bupati. Merekalah pengerah massa ratusan orang dari berbagai Kecamatan untuk menuntut agar pemkab turun tangan membongkar seluruh gereja yang tidak berijin. Jam 12.00 mereka memulai orasi-orasi tendensius dan membuat pegawai di kantor Bupati tersebut gelisah. Keadaan itu berakhir setelah kapolres AKBP Bambang Syafrianto SIK mengajukan usul : Memberi kesempatan kepada umat Kristen membongkar gereja-gerejanya dalam tempo 3 x 24 jam, dan jikalau tidak dibongkar maka tim lah yang akan
turun membongkar. Usul ini disambut dengan tepuk tangan, sekaligus langsung dibentuk tim dengan ketuanya adalah Asisten II pemkab Aceh Singkil. Keesokan harinya Selasa 1 Mei 2012, tim pun turun dan menuju GKPPD Siatas. Di gereja ini mereka disambut dengan puluhan ibu-ibu yang menangis histeris bahkan ada yang pingsan. Ini yang mengakibatkan mereka tidak jadi menyegel gereja tersebut dan meminta agar pengurus gereja dan ketua bangunan bersama 3 kepala desa agar menghadap bupati tgl 2 Mei 2012. Tim pun beranjak menuju Kec. Danau Paris dan menyegel 3 gereja sekaligus, yakni GKPPD Biskang di Napagaluh, Gereja Katolik Biskang di Napagaluh dan Katolik Sikoran.
Sehubungan dengan permintaan Bupati untuk menghadap, hari Rabu tgl 2 Mei 2012, maka 2 orang pendeta Pdt. Elson Lingga dan Pdt. Erde Berutu mendampingi utusan dari GKPPD Siatas, St.Norim Berutu, Jirus Manik, 3 orang Kepala desa dari desa Pertabas, Kuta Kerangan dan Siatas yang nyata-nyata membela keberadaan gereja, ditambah 2 orang lagi warga jemaat. Dalam pertemuan yang semula hanya undangan lisan berobah menjadi pertemuan yang formal. Bupati mengatakan bahwa pembongkaran bangunan-bangunan gereja itu adalah harga mati. Statemen itu juga didukung oleh Kapolres, dengan menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada lagi dialog selain pemberitahuan jadwal-jadwal. Keputusan itu ditantang oleh kedua pendeta yang mengatakan bahwa sebenarnya pemerintah harus mengedepankan penerapan Undang-undang yang dikeluarkan pemerintah berupa SKB 2 Menteri dan Pergub, bukan justru mengacu kepada perjanjian-perjanjian masa lalu yang tidak lagi sesuai dengan kondisi dan perkembangan umat Kristen. Bukan orang Kristen yang tidak mau mengurus ijin, tetapi ijinlah yang tidak pernah bisa keluar walau telah diupayakan semampu gereja.
Pada pertemuan tersebut bupati kemudian mengatakan bahwa yang dia maksud harga mati bukan pembongkaran gereja tetapi penerapan undang undang tentang pengaturan pendirian rumah ibadah. Kapolres juga mengatakan akan menyampaikan proses selanjutnya ke tingkat provinsi untuk meminta tuntunan. Meskipun demikian pada keesokan harinya gereja GKPPD Siatas dan gereja lainnya seperti GKPPD Siompin, Mandumpang, GMII Siompin, GMII Mandumpang, Gereja Katolik Siompin dan gereja lainnya mendapat penyegelan.
Catatan:
Banyak orang mengatakan demo ini adalah akibat dari hasil Pilkada Bupati tgl 9 April 2012 yang dimenangkan pasangan Sapriadi-Dulmusrid dengan dukungan dominan orang Kristen. Menurut kami adalah sebagai berikut:
1. Betapa rentannya penghargaan masyarakat terhadap agama sehingga dengan mudah bisa dipelintir menjadi peristiwa yang mencekamkan dan menakutkan. Ini bisa terjadi karena telah lama tertanam keharmonisan semu, sehingga sewaktu-waktu bisa kembali terjadi.
2. Tidaklah menjadi persoalan apakah ini akibat pilkada dalam artian sifatnya hanya temporer dan akan tenang kembali. Saatnya kini duduk bersama mendahulukan dialog untuk mengatasi persoalan yang sensitif tersebut dan membuat permufakatan dengan saling menghargai sehingga ke depan tidak terulang lagi peristiwa seperti ini.
3. Sebagai umat Kristen yang meneladani Kristus, jalan damai penuh kasih adalah jalan pilihan kita. Walaupun kita harus menderita bahkan mati, janganlah perilaku kita tercoreng dengan kebencian kepada saudara-saudara kita yang berkeyakinan lain. Kita harus melakukan tugas dan panggilan kita sebagai garam dan terang di dalam situasi apapun.
4. Bagi seluruh masyarakat pecinta damai, hendaknya mengambil peran menjaga keutuhan pluralitas bangsa yang Bhinneka Tunggal Ika ini. Dan mendukung agar Singkil bisa menjadi kabupaten yang damai saling menghargai dan menghindari kekerasan.

Kuta Kerangan, 7 Mei 2012
Pendeta GKPPD Resor Kuta Kerangan,
Aceh Singkil,
Pdt. Elson LIngga MTh

0 komentar: